PADANG - 28 NOVEMBER 2025 - Pukul 14:23 WIB, setelah beberapa hari gemuruh air bah melanda, Batang Air Gunung Nago di Kelurahan Lambung Bukit, Kecamatan Pauh, Kota Padang, akhirnya menunjukkan tanda-tanda meredup. Namun, di balik surutnya air yang keruh pekat itu, terhampar pemandangan pilu yang menyisakan duka mendalam bagi ratusan jiwa.
Jika beberapa hari lalu Batang Air Gunung Nago adalah monster cokelat yang menggerus daratan dengan liar, hari ini, ia hanyalah aliran sungai yang tebal dan lambat, membawa lumpur dan puing-puing.
Kamera merekam sisa-sisa amukan alam, hamparan material batu-batu besar seukuran kepala kerbau dan kerikil tajam teronggok di sepanjang tebing yang terkikis. Di tengah sungai, yang kini melebar berkali lipat dari ukuran normalnya, terlihat fondasi bangunan dan sisa jembatan yang tercerabut paksa. Bahkan, sebuah bangkai truk atau kontainer tampak tersangkut di antara timbunan puing, menjadi monumen atas keganasan arus yang menghantam.
"Sejak kemarin, baru hari ini airnya benar-benar mau turun," ujar seorang warga Lambung Bukit. Rasa lega itu hadir, namun terasa hampa.
Di balik rasa lega karena ancaman air telah berlalu, muncul kenyataan pahit, kehilangan. Banyak warga yang bermukim di pinggir Batang Air Gunung Nago harus menyaksikan rumah mereka lenyap, ditelan oleh arus cokelat yang ganas.
"Kami sudah tidak punya apa-apa lagi. Hanya sisa-sisa ini," kata seorang ibu yang tatapannya kosong memandang ke arah puing-puing rumahnya yang kini rata dengan tanah. Bagi mereka yang tempat tinggalnya luluh lantak, surutnya air bah bukan berarti akhir penderitaan, melainkan awal dari perjuangan panjang untuk memulai hidup dari nol.
Luka fisik dan trauma psikologis kini menjadi pekerjaan rumah yang tak terhindarkan. Kawasan yang semula teduh oleh rimbunnya pohon kelapa, kini dipenuhi dengan suara lirih tangisan dan kesibukan warga yang mencoba mencari barang-barang berharga di antara tumpukan lumpur.
Penderitaan warga diperparah dengan lumpuhnya infrastruktur dasar. Laporan dari warga setempat menyebutkan bahwa sejak malam sebelumnya, hingga berita ini diturunkan pada Jumat sore, aliran listrik belum menyala di sebagian besar wilayah Lambung Buki
Kegelapan yang menyelimuti malam-malam pascabencana menambah kekhawatiran, terutama bagi keselamatan anak-anak dan lansia, serta menghambat upaya penyelamatan dan pembersihan yang seharusnya bisa dilakukan lebih optimal.
Hingga saat ini, warga masih menanti uluran tangan dan langkah cepat dari pemerintah daerah untuk pemulihan, mulai dari penyediaan tempat tinggal sementara, logistik, hingga perbaikan infrastruktur vital seperti listrik dan akses jalan. (And)
